Senin, 02 Desember 2013

taman itu urat ku


“Taman itu Urat ku”

Sahabat selau ada saat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kesepian,ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis.
***
Cahaya keemasan matahari dan hembusan angin pagi membuat daun-daun kecil berguguran dipinggir taman. Hari-hariku ditemani dengan beberapa novel yang setiap harinya kubaca. Dan hari-hariku terasa menyenangkan dengan sebuah novel peninggalan sahabatku “Kevin Perwira”. Ya Kevin Perwira adalah sahabat masa kecilku J. Buku yang bersampul biru dengan nuansa taman pada covernya merupakan satu-satunya novel favoritku. Kevin  sahabatku dimanapun kamu berada ku mohon jangan lupakan  aku, disini aku kan selalu rindukan dirimu. Kembalilah wahai sahabatku, Kevin.

***
Wushhh... wuuush.... suara semilir angin yang menerpaku, kulanjutkan membaca novel sambil merasakan segarnya angin sore ditaman. Dan kurasakan semilir angin yang sejuk tadi berubah menjadi angin yang sangat kencang. Kulihat orang-orang disekitarku berhamburan meninggalkan taman. Akupun menjadi panik, karena angin tak kunjung berhenti. Belum sempat aku mengemasi bukuku tiba-tiba “Bukkk,” bukuku terjatuh, seseorang menabraku, aku tak menghiraukan orang itu karena aku sibuk mengambil novelku.
Aku berlari menuju rumahku karena angin tak kunjung berhenti. “Awww, ah elah pake acara ada batu segala disini, kesandung kan jadinya, gak tahu orang lagi buru-buru apa, heeeeh,” celetukku. Tanpa ku sadari novelku terjatuh saat aku tersandung tadi. Dan karena aku tidak tahu kalau novelku terjatuh, aku terus berlari dan berlari. Beruntung jarak taman dan rumahku tidak terlalu jauh. Saat ku memasuki kamar, segera kubersihkan diriku. Agar aku bisa melanjutkan membaca novel kesayanganku. Meskipun telah berkali-kali aku membacanya, tak ada rasa bosan bagiku untuk tidak membaca novel itu lagi. Karena novel itu adalah novel pemberian terakhir dari sahabatku. Ya sahabatku, sahabat yang telah pergi meninggalkanku tanpa pamit terlebih dahulu. Dan hanya menitipkan beberapa penggal kalimat saja untuku “Kuingin kau tetap tabah menghadapinya. Disini aku kan selalu rindukan dirimu. Wahai sahabatku”. Kuingin kau tetap tabah menghadapinya, ya kalimat itulah yang selalu terngiang-ngiang di otakku. Apa maksud kalimat itu, masih menjadi tanda tanya besar dalam benakku.
“Bukuku.....dimana bukuku??” panikku. Aku teringat, saat perjalanan pulang tadi. “Jangan-jangan,,,bukuku,,,” teriakku. Aku segera kembali ketaman, namun kuurungkan niatku karena angin diluar sana masih sangat kencang. Esok harinya aku kembali ketaman untuk mencari novelku. Aku tak yakin novelku bisa kutemukan. Dikejauhan kulihat ada seorang pemuda bertubuh tinggi, tegap, dan ramping duduk dibangku taman yang kemarin aku tempati.
“Permisi, ap...,” belum selesai aku bicara tiba-tiba dia langsung memelukku. Beberapa detik berlalu. Aku sempat bingung, karena ia tidak segera melepaskan pelukannya, akupun mendorongnya dengan kasar.
 “Apa-apaan sih???” kataku dengan kasar.                                                                                              “Maaf - maaf, gak sengaja deh, beneran.” Kata pemuda itu.                                                                    “Gak sengaja, gak sengaja, udah tahu kita gak kenal main peluk-peluk aja!” ketusku.                     “Haha, kamu masih tetap seperti dulu ya galak tapi ngegemesin,” kata cowok itu sambil menyubit pipiku. “Eits, main cubit-cubit segala, lancang kamu ya. Kayak kamu tahu, dulu aku kayak apa” kesalku makin tak tertahan.                                                                                                                                                         “Iya deh aku minta maaf, emang tadi kamu mau tanya apa?” sesalnya.
“Gak jadi, moodku hilang gara-gara elo,” galakku sambil pergi meninggalkan pemuda setres itu. Baruku memutar badan tiba-tiba dia menarik tanganku. “Eiitss, tunggu dulu masa mau tanya aja tergantung mood sih? Sepertinya aku tahu, kamu tadi mau tanya apa” katanya sok tahu.
“Ya iyalah lagian lu sok tahu banget sih, oke emang apa yang mau gue tanyain ke elo??” kataku dengan wajah menantang.
Beberapa detik berlalu dia tak kunjung menjawab, hanya cengar cengir menunjukan giginya yang rapih dengan aksesoris “behel” itu. Akupun semakin tak sabar menghadapi orang gila ini. Tanpa berkata apapun aku langsung pergi meninggalkan orang gila itu. Ketika beberapa langkah ku tempuh dari kejauhan kudengar orang gila itu memanggilku.
“Heiii, jangan buru-buru kawan kau melupakan sesuatu.” Katanya sambil memperlihatkan apa yang dibawanya. Segera kumenoleh dan “Novelku.....” kataku sambil berlari menghampiri orang gila itu.“Novelku (sambil mengambil novelku dari tangan pemuda itu), bagaimana kamu bisa menemukan novelku? Jangan-jangan kau mengambilnya dari aku ya.” Tuduhku.
“Heeiii, kau ini bagaimana, kita inikan baru pertama kali bertemu, mana mungkin aku bisa mengambil novel kesayanganmu itu.” Jawabnya. “Iya juga sih, eh tunggu-tunggu, bagaimana kau bisa tahu kalo ini novel kesayanganku?” tanyaku penasaran. Ia tak menjawab, hanya cengar-cengir saja yang ditunjukan. Ilfeelku ke orang ini semakin menjadi-jadi. Huhh,,,sabar-sabar ca, dia orang yang menemukan novelmu, biar bagaimanapun juga kamu berhutang budi padanya. Kataku dalam hati sambil membolak-balik halaman novelku, dan ternyata satu halaman terakhir novelku hilang.
“Loh, loh, halaman terakhirku???” sambil membuka halaman-halamman novelku.
“Kenapa dengan halaman terakhirmu? Hilang??”
“Ya, jangan-jangan kamu menyobeknya ya?” tuduhku untuk ke beberapa kalinya.
“Loh loh, kok aku,” jawabnya dengan wajah tak tahu apa-apa.
“Iya habisnya kamu yang tiba-tiba menemukan novelku dan halaman terakhirnya hilang, padahal sebelumnya kan novelku baik-baik saja, gak ada yang cacat kok sama halamannya.” Tuduhku lagi.
“Hei, aku menemukan bukumu ini dibangku sana (menunjuk bangku seberang) aku tak tahu kalo ada halaman yang hilang, lagian waktu aku menemukannya juga bersamaan dengan angin yang gede itu kan, mungkin aja lembarannya sobek tertiup angin dan ikut terbang bersama angin, jadi orang jangan negatif thinking napa,” jawabnya panjang lebar.
“Lebay banget kata-kata lo, tapi iya juga sih, ya kalo gitu novelku benar-benar rusak dong L,” sedihku.
“Sudah-sudah ngapain sedih sih, lagian halaman yang hilangkan cuma satu,” katanya mencoba menenangkanku.
“Tapi kamu gak tau sih, riwayat novelku itu L,” sedihku lagi.
“Yaelah novel aja ada riwayatnya,” jawabnya sambil menggeleng-gelengkan kepalannya.
 “Lagian kamu beli baru lagi juga bisa kan.” Sambungnya lagi.
“Masalahny,a itu novel, novel langka, novel limited edition gitu loh,” jawabku semakin sedih.
“Yaudah gak usah sedih dong,” katanya mencoba menghiburku lagi.
Lalu pemuda itu berjalan sambil berjongkok “Apa yang kau lakukan,” tanyaku kebingungan. “Aku sedang membantumu mencari halaman yang hilang,” jawabnya datar. Aku bingung mengapa dia membantuku padahal aku tidak mengenalnya (sambil mengikuti kelakuan si pemuda konyol itu). Dan setelah aku amati wajah pemuda ini sepertinya aku mengenalnya, tapi siapa ya, pikirku dalam hati. Ternyata pemuda itu adalah seseorang yang menabrakku kemarin. “Ya, yang menabraku kemarin,” kataku memcah keheningan. “Kau ingat aku,” katanya tersenyum. “Ya,” singkatku. Tetapi masih ada yang mengganjal dalam hatiku, sepertinya ak telah mengenal lama orang ini, sorotan matanya seperti tak asing lagi bagiku, lanjutku dalam hati. Setelah beberapa menit berlalu berjalan jongkok.
“Ini dia,” teriak cowok itu. “Ya... ini halaman yang kucari (dengan raut wajah bahagia), terima kasih ya karena kau telah menemukan novelku dan membantuku mencari halaman yang hilang ini meskipun aku sempat menyebutmu orang gila dan orang stres,” jawabku dengan penuh rasa bersalah dan rasa malu.
“Iya sama-sama, gak apa-apa kok eh tapi inget kamu jangan negatif thinking terus sama orang apalagi sama orang cakep kayak aku,” kata cowok itu sambil senyam senyum.
”Iya-iya maaf,” kataku masih merasa bersalah. Kami pun duduk dibangku taman sambil mengobrol, bercanda tawa, bergurau bersama layaknya teman yang sudah kenal sebelumnya. Ditengah obrolan kami, dia melontarkan pertanyaan yang cukup membuatku kebingungan.
“Ca, apa kau tak mengenaliku?” tanyanya datar. Akupun hanya diam karena aku benar-benar tak mengerti apa yang dia katakan. “Kau benar-benar tak mengenaliku?”, sambungnya.
Disini aku kan selalu rindukan dirimu. Wahai sahabatku” celetuknya lagi.
 “Kata-kata itu, k k k kaa uuu Kevin”, tanyaku dengan hati-hati. Ia tak menjawab hanya melempar senyum dengan pandangan tetap menatap lurus.
“Kamu Kevin? Ayo jawab, kamu Kevinku dulu?” sambungku penasaran karena ia tak kunjung memberi jawaban.
“Ayo jawab, mengapa kau hanya diam saja.” Kataku sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.
”Kuingin kau tetap tabah menghadapinya. Disini aku kan selalu rindukan dirimu. Wahai sahabatku.” Jawabnya santai.
Sontak aku langsung memeluknya dengan derai air mata karena kata-kata itu, kata-kata itu merupakan kata yang ada di selembar kertas dalam novel ini, kata-kata yang ditulis Kevin.
 “Hei mengapa menangis? Kau tak senang aku kembali?” jawabnya setengah bergurau dan mengusap air mataku.
“Kamu jahat, mengapa kau pergi tanpa bilang ke aku terlebih dahulu, aku ini sahabatmu, kau anggap apa aku selama ini,” jawabku yang masih menangis dipundak Kevin sambil menepuk-nepuk pundak Kevin.
“Iya-iya maaf. Kamu mau tahu mengapa aku tidak pamit terlebih dahulu ke kamu sebelum aku pergi ke luar negeri?” jawabnya sambil melempar senyum.
“Tentu saja aku ingin tahu,” jawabku dengan nada kesal.
“Baiklah (sambil menarik nafas panjang) alasanku tidak berpamitan sama kamu itu karena aku takut kalau sampai kamu menangisi kepergianku Wahai sahabatku”. Jawabnya sambil melihat ke aku. “Aku tak tega jika melihatmu menangis karena jika kamu menangis itu akan semakin berat buat aku untuk meninggalkanmu dan aku takut kamu tidak memperbolehkan aku untuk pergi,” sambungnya.
“Tapi setidaknya kamu pamit ke aku terlebih dahulu, supaya aku tahu kamu pergi kemana, gak ada angin gak ada hujan eh tiba-tiba kamu pergi begitu saja, kamu sadar gak sih 8 tahun kamu ninggalin aku Vin,” kesalku ke Kevin.
“Iya-iya maaf. Tapi asal kamu tahu juga, aku sempat berpamitan sama mamamu lewat telepon,” katanya memberi tahu.
”Apa?? Tapi mengapa mama tidak memberi tahuku?” kagetku.
”Iya karena memang aku bilang ke mamamu untuk tidak bilang ke kamu,” kata Kevin sambil menoel hidungku.
”Ihhh, bete deh aku sama mama, sama kamu juga.” Kataku sambil memasang muka kesal.
”Sudah-sudah yang penting kan aku sudah kembali lagi, aku janji deh gak bakal mengulang kesalahanku lagi,” jawabnya menyesal.
Kamipun menjalin persahabatan seperti dulu. Selalu bersama dan selalu menghabiskan waktu di taman novel sahabat (sebutan taman kesayanganku dengan Kevin).
***
Selasa, 27 aprill 2013. Pukul 07.00 WIB
Hari ini aku ada janji sama Kevin  untuk pergi ke taman novel sahabat. Namun Kevin tak kunjung datang. “Kring....kring....” suara telepon membuyarkan keheningan pagi. “Hallo, iya saya sendiri, apa....?” (brakkkk) gagang telepon jatuh, aku tak kuasa menahan tangis. Kevin  sahabatku kecelakaan. Segera ku panggil ojek karena dirumah tidak ada siapa-siapa dan kendaraan tidak ada semua. Di perjalanan ojek yang kunaiki terkena macet, beruntung jarak kemacetan dan rumah sakit tidak terlalu jauh. Aku segera berlari menuju rumah sakit dengan air mata yang terus mengalir. Bagaimana keadaan Kevin? Bagaimana jika sesuatu buruk terjadi padanya, pikiran itu yang selalu terngiang-ngiang di otakku.
Pukul 08.30 WIB
Sampailah aku di rumah sakit, menuju ke kamar Kevin, hatiku berdebar tak beraturan, aku takut sesuatu buruk terjadi pada Kevin. Saat ku memasuki koridor rumah sakit kulihat keluarga Kevin sudah berada ditempat terlebih dahulu, kulihat juga ada mama, papa, dan teman-teman Kevin yang juga sudah datang lebih awal dariku. Semua orang harap-harap cemas ketika menunggu dokter keluar dari ruang UGD. 25 menit menunggu akhirnya dokter keluar dan memberitahu keadaan sahabatku.”Keadaan anak saya bagaimana dok” tanya mama Kevin sambil menangis. ”Keadaan Kevin kritis, dia harus segera dioperasi karena ada pendarahan diotaknya, orang tua korban harus cepat menandatangani surat persetujuan ini agar kami bisa segera melakukan operasi”. Papa Kevin sebagai wali segera menandatangani surat perstujuan itu, karena beliau tidak ingin sesuatu buruk terjadi pada anaknya.
Senin, 28 April 2013. Pukul 11.00 WIB
Esok harinya operasi pun dilaksanakan, 3 jam berlalu akhirnya dokter keluar dari ruang operasi “Dok bagaimana keadaan Kevin dok?” lagi-lagi mama Kevin yang pertama kali menanyakan kabar anaknya. “Operasi berjalan dengan lancar keadaan Kevin membaik,” kata dokter yang berhasil melegakan perasaan kami semua. “Dok apakah saya bisa melihat keadaan anak saya,” tanya mama Kevin berharap.
”Maaf sebelumnya, ada yang bernama Caca?” tanya dokter itu.
“Saya dok,” dengan cepat ku mengangkat tangan.
”Saudara Caca bisa masuk sebentar, saudara Kevin ingin berbicara dengan anda dan setelah itu kami akan memindahkan kamar Kevin,” kata dokter itu.
Kulihat ke mama Kevin karena beliau berharap bisa me lihat Kevin, dan kulihat beliau menganggukan kepala pertanda aku boleh masuk. Segeraku memasuki kamar Kevin.
”Vin, gimana keadaan kamu?” tanyaku sambil menangis.
“Kamu kenapa menangis aku gak apa-apa kok, kamu tahu kan aku paling gak suka melihat kamu menangis Ca,” kata Kevin sambil mengusap air mataku.
Gimana bisa aku gak nangis Vin, ngelihat keadaanmu yang kayak gini, nafas aja harus dibantu dengan tabung oksigen, lihat kepalamu, kepalamu saja penuh dengan jahitan, kataku dalam hati dan tangisanku semakin pecah.
”Hei, kenapa tambah menangis sih Ca,,,cup cup cup, aku gak apa-apa kok.” kata Kevin menenangkanku.
“Gak apa kamu bilang, dengan keadaan kaya gini kamu bilang gak papa Vin?” kesalku ke Kevin.
“Maaf ya Ca, gara-gara aku kita gak jadi pergi,” sesal Kevin.
”Sudahlah Vin dalam keadaan seperti ini kamu masih memikirkan acara kita kemarin, lebih baik kamu pikirkan kesehatanmu, jangan mikirin hal yang aneh-aneh biar kamu lekas sembuh dan kita bisa jalan bareng lagi ya.” Kataku menyemangati Kevin.
“Ca kalau seandainya aku udah gak ada, aku ingin kamu jangan sedih ya, kamu jangan nangis kaya gini, Kuingin kau tetap tabah menghadapinya,” kata Kevin sambil tersenyum.”
“Huss kamu ini ngomong apa sih, kamu pasti sembuh kok Vin, itu pasti dan aku yakin banget,” kataku mulai khawatir.
“Aku bilang kan seandainya,” kata Kevin setengah berguaru.
“Udahlah Vin kamu gak usah ngomong yang aneh-aneh kamu pasti sembuh kok, aku yakin itu, dan please Vin kamu jangan ninggalin aku lagi ya,” jawabk menyemangati Kevin.
 “Tapi aku ingin kamu berjanji Ca, hanya sekedar janji kok, suwer deh ayo berjanjilah wahai sahabatku J,” pinta Kevin.
“Bener hanya sekedar janji?? Oke, tapi aku gak janji 100% ya,” jawabku dengan terpaksa meski hati sedih dan menangis.
“Gitu dong itu baru Caca sahabatku.” Katanya sambil mencubit gemas pipiku.
“Tapi asal kamu tahu Vin bila kau harus pergi meninggalkan diriku, aku ingin kamu tahu satu hal jangan lupakan aku, disini aku kan selau rindukan dirimu, wahai sahabatku, jawabku dengan kembali menangis.
 “Iya percaya deh,” kata Kevin dengan senyum khasnya.
Setelah beberapa menit aku berbicara dengan Kevin, suster masuk dan memberitahuku untuk segera keluar, Kevin akan dipindah ke kamar biasa karena keadaanya yang semakin membaik. Begitu Kevin dipindah ke kamar biasa, Kevin, mama, dan mama Kevin membujukku untuk beristirahat dirumah, karena selama Kevin masuk rumah sakit dan sampai sekarang aku tak sempat beristirahat. Awalnya aku menolak karena aku ingin merawat Kevin juga, karena dia sahabatku dan karena desakan semakin banyak akhirnya aku mengalah untuk pulang.
Rabu, 30 April 2013. Pukul 16.00 WIB
Sampai dirumah segera ku membersihkan diriku dan merebahkan tubuhku sejenak dikasur empukku yang beberapa hari ini tidak kuhuni.
“Kevin....kamu mau kemana Vin...Kevin jangan pergi ninggalin aku Vin...Kevinaaaa.” Teriakku ngos-ngosan.
”Huft, syukurlah hanya mimpi, tapi bagaimana keadaan Kevin ya,” kataku sambil mengatur nafas. “Hahh sudah pagi,,,gila berarti dari tadi sore aku ketiduran dong,” sambungku lagi.
“Kring...kring,” bunyi ponsel yang membuyarkan lamunanku.
“Mama,,,tumben mama nelfon.” Segera ku angkat ponselku.
“Hallo ma, ada apa ma?” tanyaku.
“Hallo sayang, Kevin sayang,” jawab mamahku setengah gugup.
”Kenapa sama Kevin ma?” tanyaku penasaran.
“Kevin...Kevin kritis sayang,” ujar mamaku meragu.
“Apa...Kev...vin... kriti..., kok bisa?” jawabku tak percaya.
“Kevin punya penyakit yang disembunyikan sayang,” jawab mama setengah khawatir.
“Penyakit apa ma?” tanyaku semakin khawatir”.
“Radang selaput otak sayang, sebaiknya kamu cepat kerumah sakit, nanti mama jelasin semua.” Pinta mamaku.
”Ya ma,” tutupku dengan tergesa-gesa.
Segeraku ambil mobil tancap gas kerumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, ku percepat langkahku menuju kamar Kevin, hatiku berdebar tak beraturan, aku takut mimpiku menjadi kenyataan. Dikejauhan kulihat orang-orang yang berada di kamar Kevin menangis histeris, bahkan mama Kevin jatuh pingsan. Aku semakin percepat langkahku. Dengan nafas tak beraturan ku tanya pada om Kevin “Om, bagaimana keadaan Kevin?” tanyaku dengan nafas masih tak beraturan dan air mata berlinang. “Kev..vinn sudah tidak ada,” jawab om Kevin dengan menundukan kepala. Mendengar jawaban dari om Kevin aku tak mampu berkata-kata, dadaku semakin sesak, tangisanku nyaris tak menimbulkan suara. Mimpiku, mimpiku menjadi kenyataan, mimpi burukku, kataku dalam hati. Kulihat didalam ruang UGD, suster sedang membereskan peralatan yang sempat dipergukunakan untuk mencoba menyelamatkan Kevin, suster yang lain menutupi tubuh Kevin yang sudah tak bernyawa dengan selimut. Saat dokter keluar dari ruang UGD, beliau membawa sebuah DVD dari Kevin yang ditipkan untuk aku. Dokter mengatakan bahwa Kevin sempat siuman dan memanggil namaku, lalu ia menitipkan DVD ini untukku. Selesai dokter memberikan titipan dari Kevin, kami diperbolehkan masuk. Dan masih didalam kamar UGD aku tak kuasa menahan air mata, kurasa dadaku semakin sesak setelah melihat jenazah Kevin.
Kamis, 1 Mei 2013. Pukul  08.00 WIB
“Dimana aku”, sepertinya aku telah mimpi buruk. DVD ini...,”  kataku kebingungan.
“Sayang kamu sudah sadar,” cemas mamaku.
“Mah aku abis mimpi buruk, aku mimpi....,” tiba-tiba mamahku menyela ceritaku.
”Sst, tidak sayang, kamu tidak mimpi buruk, ini kenyataan, Kevin pergi untuk selamnya, sabar ya  sayang. Kamu mau ikut mama ke pemakaman Kevin apa enggak? Jam 10.00 nanti Kevin dimakamkan.” tanya mamahku.
"Haiii Ca gimana keadaanmu, maaf ya aku belum sempat pamit ke kamu, dan aku tidak bisa penuhin janjiku untuk tidak meninggalkanmu. Dan maaf juga karena aku tidak memberi tahumu tentang penyakitku, aku tidak mau kamu tambah sedih Ca. Sesungguhnya waktu di ruang operasi kemarin aku ingin sekali memberitahumu Ca tapi aku gak sanggup ngelihat kamu tambah sedih. Oh ya inget gak Ca sama janjimu, kamu gak akan menangis ketika aku pergi kan, jadi jangan nangisi aku ya, nanti makin jelek loh ya J. Maaf juga ya Ca buat semuanya, buat acara kita, buat mimpi-mimpi kita yang belum terwujud. Aku udah gak kuat Ca J. Dan maaf juga ya Ca karena aku harus pergi ninggalin kamu terlebih dahulu. Berjanjilah Caca sahabatku bila ku tinggalkan dirimu tetaplah tersenyum, meski hati sedih dan menangis ku ingin kau tetap tabah menghadapinya bila ku harus pergi meninggalkan dirimu jangan lupakan aku. Semoga dirimu disana kan baik-baik saja untuk selamanya. Disini aku kan selalu rindukan dirimu wahai sahabatku. Dan jika kau rindukan aku datang saja ke taman novel sahabat. Rasakan semilir angin sejuk disana, semakin sejuk angin itu berhembus, maka sesejuk itulah rasa rinduku padamu, taman itu memberikan sejuta kenangan untuk kita Ca. Itu taman, taman bersejarah bagi persahabatan kita begitupun juga novel kenangan kita, jadi jaga taman dan novel kita baiik-baik ya Ca J.

Aku masih tak percaya, apa yang sebenarnya terjadi, apa Kevin benar-benar ninggalin aku seperti di mimpiku? Ku iyakan ajakan mamahku agar aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sampai tiba dipemakaman Kevin aku baru sadar bahwa Kevin memang sudah pergi, ia meninggalkanku untuk selamanya, tapi aku benar-benar tak percaya dia tega meninggalkanku lagi untuk kedua kalinya sekaligus untuk selamanya. Sampai di rumah segeraku masuk ke kamarku dan kuputar DVD  titipan Kevin.
Setelah melihat isi DVD tersebut hatiku serasa hancur berkeping-keping, mengapa ia membuat DVD itu, dan dia membuat DVD itu sesaat setelah aku pulang, serasa ia sudah tau kalau ajal akan menjemputnya esok, tulang rusukku serasa ada yang hilang, dadaku semakin sesak, tangisanku semakin pecah. Aku tak sanggup, aku tak rela Kevinael harus pergi secepat ini, ia baru kembali ke kehidupanku setelah bertahun-tahun menghilang sekarang ia harus pergi meninggalkanku untuk selamanya dan aku tidak akan pernah melihatnya lagi kecuali ajal mempertemukan kita. Tapi aku telah berjanji pada Kevin kalau aku tidak akan menangisi kepergiannya. Vin asal kamu tahu ya, aku akan hidup untukmu Vin dan asal kamu tahu meski hati sedih dan menangis aku akan berusaha menepati janjiku untukmu Vin janji yang bila kau tinggalkan aku tetaplah tersenyum. Semoga dirimu disana kan baik-baik saja untuk selamanya, disini aku kan selalu rindukan dirimu, wahai sahabatku, aku amat merindukanmu Vin” lirihku dalam hati sambil mencium DVD dari Kevin. Dan sekarang, bila aku merindukan sahabatku, maka akan ku temui dia di “Taman Novel Sahabat”. Benar kata Kevin, taman itu memang taman bersejarah bagi persahabatan kami, jika persahabatan kami bagai nadi, taman itu sebagai uratnya. Urat nadi yang akan selalu bekerja sama untuk mendetakkan jatung. Jantung ditakdirkan hidup berpasangan, namun setiap orang memiliki satu jantung karena jantung yang lain ada di diri orang lain dan tugas kita adalah mencarinya. Meski salah satu jantung atau bahkan sepasang jantung tak lagi berdetak urat nadi akan hidup kekal bersamanya.
Rindukan Dirimu
(Mario Stevano)
*Berjanjilah wahai sahabatku
bila kau tinggalkan aku tetaplah tersenyum
meski hati sedih dan menangis
kuingin kau tetap tabah menghadapinya
**bila kau harus pergi meninggalkan diriku
jangan lupakan aku
Reff:
Semoga dirimu disana
kan baik-baik saja untuk selamanya
Disini aku kan selalu rindukan dirimu
wahai sahabatku.....
*Berjanjilah wahai sahabtku
bila kau tinggalkan aku tetaplah tersenyum
meski hati sedih dan menangis
kuingin kau tetap tabah menghadapinya
**bila kau harus pergi meninggalkan diriku
jangan lupakan aku
reff:
Semoga dirimu disana
kan baik-baik saja untuk selamanya
Disini aku kan selalu rindukan dirimu
wahai sahabatku.....
**bila kau harus pergi meninggalkan diriku
jangan lupakan aku
reff:
Semoga dirimu disana
kan baik-baik saja untuk selamanya
Disini aku kan selalu rindukan dirimu
wahai sahabatku.....Rindukanmu.....

0 komentar:

Posting Komentar