“Taman itu Urat ku”
Sahabat
selau ada saat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kesepian,ikut
tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya
menangis.
***
Cahaya keemasan matahari dan hembusan angin pagi
membuat daun-daun kecil berguguran dipinggir taman. Hari-hariku ditemani dengan
beberapa novel yang setiap harinya kubaca. Dan hari-hariku terasa menyenangkan
dengan sebuah novel peninggalan sahabatku “Kevin Perwira”. Ya Kevin Perwira adalah
sahabat masa kecilku J. Buku yang bersampul biru dengan
nuansa taman pada covernya merupakan satu-satunya novel favoritku. Kevin sahabatku dimanapun kamu berada ku mohon jangan lupakan
aku, disini aku kan selalu rindukan dirimu. Kembalilah
wahai sahabatku, Kevin.
***
Wushhh... wuuush....
suara semilir angin yang menerpaku, kulanjutkan membaca novel sambil merasakan
segarnya angin sore ditaman. Dan kurasakan semilir angin yang sejuk tadi
berubah menjadi angin yang sangat kencang. Kulihat orang-orang disekitarku
berhamburan meninggalkan taman. Akupun menjadi panik, karena angin tak kunjung
berhenti. Belum sempat aku mengemasi bukuku tiba-tiba “Bukkk,” bukuku terjatuh,
seseorang menabraku, aku tak menghiraukan orang itu karena aku sibuk mengambil
novelku.
Aku berlari menuju
rumahku karena angin tak kunjung berhenti. “Awww, ah elah pake acara ada batu
segala disini, kesandung kan jadinya, gak tahu orang lagi buru-buru apa,
heeeeh,” celetukku. Tanpa ku sadari novelku terjatuh saat aku tersandung tadi.
Dan karena aku tidak tahu kalau novelku terjatuh, aku terus berlari dan
berlari. Beruntung jarak taman dan rumahku tidak terlalu jauh. Saat ku memasuki
kamar, segera kubersihkan diriku. Agar aku bisa melanjutkan membaca novel
kesayanganku. Meskipun telah berkali-kali aku membacanya, tak ada rasa bosan
bagiku untuk tidak membaca novel itu lagi. Karena novel itu adalah novel
pemberian terakhir dari sahabatku. Ya sahabatku, sahabat yang telah pergi
meninggalkanku tanpa pamit terlebih dahulu. Dan hanya menitipkan beberapa
penggal kalimat saja untuku “Kuingin kau
tetap tabah menghadapinya. Disini aku kan selalu rindukan dirimu. Wahai
sahabatku”. Kuingin kau tetap tabah menghadapinya, ya kalimat itulah
yang selalu terngiang-ngiang di otakku. Apa maksud kalimat itu, masih menjadi
tanda tanya besar dalam benakku.
“Bukuku.....dimana
bukuku??” panikku. Aku teringat, saat perjalanan pulang tadi. “Jangan-jangan,,,bukuku,,,”
teriakku. Aku segera kembali ketaman, namun kuurungkan niatku karena angin diluar
sana masih sangat kencang. Esok harinya aku kembali ketaman untuk mencari
novelku. Aku tak yakin novelku bisa kutemukan. Dikejauhan kulihat ada seorang
pemuda bertubuh tinggi, tegap, dan ramping duduk dibangku taman yang kemarin
aku tempati.
“Permisi, ap...,” belum selesai aku
bicara tiba-tiba dia langsung memelukku. Beberapa detik berlalu. Aku sempat
bingung, karena ia tidak segera melepaskan pelukannya, akupun mendorongnya
dengan kasar.
“Apa-apaan
sih???” kataku dengan kasar. “Maaf - maaf, gak sengaja deh, beneran.”
Kata pemuda itu. “Gak sengaja, gak sengaja, udah tahu
kita gak kenal main peluk-peluk aja!” ketusku. “Haha, kamu masih tetap seperti dulu ya
galak tapi ngegemesin,” kata cowok itu sambil menyubit pipiku. “Eits, main
cubit-cubit segala, lancang kamu ya. Kayak kamu tahu, dulu aku kayak apa”
kesalku makin tak tertahan. “Iya deh aku minta maaf, emang tadi
kamu mau tanya apa?” sesalnya.
“Gak jadi, moodku hilang gara-gara elo,” galakku sambil pergi meninggalkan
pemuda setres itu. Baruku memutar badan tiba-tiba dia menarik tanganku.
“Eiitss, tunggu dulu masa mau tanya aja tergantung mood sih? Sepertinya aku tahu, kamu tadi mau tanya apa” katanya sok
tahu.
“Ya iyalah lagian lu sok tahu banget
sih, oke emang apa yang mau gue tanyain ke elo??” kataku dengan wajah
menantang.
Beberapa detik berlalu
dia tak kunjung menjawab, hanya cengar cengir menunjukan giginya yang rapih dengan
aksesoris “behel” itu. Akupun semakin tak sabar menghadapi orang gila ini.
Tanpa berkata apapun aku langsung pergi meninggalkan orang gila itu. Ketika
beberapa langkah ku tempuh dari kejauhan kudengar orang gila itu memanggilku.
“Heiii, jangan buru-buru kawan kau
melupakan sesuatu.” Katanya sambil memperlihatkan apa yang dibawanya. Segera
kumenoleh dan “Novelku.....” kataku sambil berlari menghampiri orang gila
itu.“Novelku (sambil mengambil novelku dari tangan pemuda itu), bagaimana kamu
bisa menemukan novelku? Jangan-jangan kau mengambilnya dari aku ya.” Tuduhku.
“Heeiii, kau ini bagaimana, kita inikan baru pertama
kali bertemu, mana mungkin aku bisa mengambil novel kesayanganmu itu.”
Jawabnya. “Iya juga sih, eh tunggu-tunggu, bagaimana kau bisa tahu kalo ini
novel kesayanganku?” tanyaku penasaran. Ia tak menjawab, hanya cengar-cengir
saja yang ditunjukan. Ilfeelku ke orang
ini semakin menjadi-jadi. Huhh,,,sabar-sabar ca, dia orang yang menemukan
novelmu, biar bagaimanapun juga kamu berhutang budi padanya. Kataku dalam hati
sambil membolak-balik halaman novelku, dan ternyata satu halaman terakhir
novelku hilang.
“Loh, loh, halaman terakhirku???” sambil
membuka halaman-halamman novelku.
“Kenapa dengan halaman terakhirmu? Hilang??”
“Ya, jangan-jangan kamu menyobeknya ya?”
tuduhku untuk ke beberapa kalinya.
“Loh loh, kok aku,” jawabnya dengan
wajah tak tahu apa-apa.
“Iya habisnya kamu yang tiba-tiba menemukan novelku
dan halaman terakhirnya hilang, padahal sebelumnya kan novelku baik-baik saja,
gak ada yang cacat kok sama halamannya.” Tuduhku lagi.
“Hei, aku menemukan bukumu ini dibangku
sana (menunjuk bangku seberang) aku tak tahu kalo ada halaman yang hilang,
lagian waktu aku menemukannya juga bersamaan dengan angin yang gede itu kan, mungkin aja lembarannya
sobek tertiup angin dan ikut terbang bersama angin, jadi orang jangan negatif thinking napa,” jawabnya panjang
lebar.
“Lebay banget kata-kata lo, tapi iya
juga sih, ya kalo gitu novelku benar-benar rusak dong L,”
sedihku.
“Sudah-sudah ngapain sedih sih, lagian
halaman yang hilangkan cuma satu,” katanya mencoba menenangkanku.
“Tapi kamu gak tau sih, riwayat novelku
itu L,”
sedihku lagi.
“Yaelah novel aja ada riwayatnya,”
jawabnya sambil menggeleng-gelengkan kepalannya.
“Lagian
kamu beli baru lagi juga bisa kan.” Sambungnya lagi.
“Masalahny,a itu novel, novel langka,
novel limited edition gitu loh,”
jawabku semakin sedih.
“Yaudah gak usah sedih dong,” katanya
mencoba menghiburku lagi.
Lalu pemuda itu
berjalan sambil berjongkok “Apa yang kau lakukan,” tanyaku kebingungan. “Aku
sedang membantumu mencari halaman yang hilang,” jawabnya datar. Aku bingung
mengapa dia membantuku padahal aku tidak mengenalnya (sambil mengikuti kelakuan
si pemuda konyol itu). Dan setelah aku amati wajah pemuda ini sepertinya aku
mengenalnya, tapi siapa ya, pikirku dalam hati. Ternyata pemuda itu adalah
seseorang yang menabrakku kemarin. “Ya, yang menabraku kemarin,” kataku memcah
keheningan. “Kau ingat aku,” katanya tersenyum. “Ya,” singkatku. Tetapi masih
ada yang mengganjal dalam hatiku, sepertinya ak telah mengenal lama orang ini,
sorotan matanya seperti tak asing lagi bagiku, lanjutku dalam hati. Setelah
beberapa menit berlalu berjalan jongkok.
“Ini dia,” teriak cowok itu. “Ya... ini
halaman yang kucari (dengan raut wajah bahagia), terima kasih ya karena kau
telah menemukan novelku dan membantuku mencari halaman yang hilang ini meskipun
aku sempat menyebutmu orang gila dan orang stres,” jawabku dengan penuh rasa
bersalah dan rasa malu.
“Iya sama-sama, gak apa-apa kok eh tapi inget kamu
jangan negatif thinking terus sama
orang apalagi sama orang cakep kayak aku,” kata cowok itu sambil senyam senyum.
”Iya-iya maaf,” kataku masih merasa
bersalah. Kami pun duduk dibangku taman sambil mengobrol, bercanda tawa,
bergurau bersama layaknya teman yang sudah kenal sebelumnya. Ditengah obrolan
kami, dia melontarkan pertanyaan yang cukup membuatku kebingungan.
“Ca, apa kau tak mengenaliku?” tanyanya
datar. Akupun hanya diam karena aku benar-benar tak mengerti apa yang dia
katakan. “Kau benar-benar tak mengenaliku?”, sambungnya.
“Disini aku kan
selalu rindukan dirimu. Wahai sahabatku” celetuknya lagi.
“Kata-kata
itu, k k k kaa uuu Kevin”, tanyaku dengan hati-hati. Ia tak menjawab hanya
melempar senyum dengan pandangan tetap menatap lurus.
“Kamu Kevin? Ayo jawab, kamu Kevinku
dulu?” sambungku penasaran karena ia tak kunjung memberi jawaban.
“Ayo jawab, mengapa kau hanya diam saja.”
Kataku sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.
”Kuingin kau tetap
tabah menghadapinya. Disini aku kan selalu rindukan dirimu. Wahai sahabatku.” Jawabnya
santai.
Sontak aku langsung
memeluknya dengan derai air mata karena kata-kata itu, kata-kata itu merupakan
kata yang ada di selembar kertas dalam novel ini, kata-kata yang ditulis Kevin.
“Hei
mengapa menangis? Kau tak senang aku kembali?” jawabnya setengah bergurau dan
mengusap air mataku.
“Kamu jahat, mengapa kau pergi tanpa
bilang ke aku terlebih dahulu, aku ini sahabatmu, kau anggap apa aku selama
ini,” jawabku yang masih menangis dipundak Kevin sambil menepuk-nepuk pundak Kevin.
“Iya-iya maaf. Kamu mau tahu mengapa aku
tidak pamit terlebih dahulu ke kamu sebelum aku pergi ke luar negeri?” jawabnya
sambil melempar senyum.
“Tentu saja aku ingin tahu,” jawabku
dengan nada kesal.
“Baiklah (sambil menarik nafas panjang)
alasanku tidak berpamitan sama kamu itu karena aku takut kalau sampai kamu
menangisi kepergianku Wahai sahabatku”.
Jawabnya sambil melihat ke aku. “Aku tak tega jika melihatmu menangis karena
jika kamu menangis itu akan semakin berat buat aku untuk meninggalkanmu dan aku
takut kamu tidak memperbolehkan aku untuk pergi,” sambungnya.
“Tapi setidaknya kamu pamit ke aku
terlebih dahulu, supaya aku tahu kamu pergi kemana, gak ada angin gak ada hujan
eh tiba-tiba kamu pergi begitu saja, kamu sadar gak sih 8 tahun kamu ninggalin
aku Vin,” kesalku ke Kevin.
“Iya-iya maaf. Tapi asal kamu tahu juga,
aku sempat berpamitan sama mamamu lewat telepon,” katanya memberi tahu.
”Apa?? Tapi mengapa mama tidak memberi
tahuku?” kagetku.
”Iya karena memang aku bilang ke mamamu untuk tidak
bilang ke kamu,” kata Kevin sambil menoel hidungku.
”Ihhh, bete deh aku sama mama, sama kamu
juga.” Kataku sambil memasang muka kesal.
”Sudah-sudah yang penting kan aku sudah
kembali lagi, aku janji deh gak bakal mengulang kesalahanku lagi,” jawabnya
menyesal.
Kamipun menjalin
persahabatan seperti dulu. Selalu bersama dan selalu menghabiskan waktu di taman
novel sahabat (sebutan taman kesayanganku dengan Kevin).
***
Selasa, 27
aprill 2013. Pukul 07.00 WIB
Hari ini aku ada janji sama
Kevin untuk pergi ke taman novel
sahabat. Namun Kevin tak kunjung datang. “Kring....kring....” suara telepon
membuyarkan keheningan pagi. “Hallo, iya saya sendiri, apa....?” (brakkkk)
gagang telepon jatuh, aku tak kuasa menahan tangis. Kevin sahabatku kecelakaan. Segera ku panggil ojek
karena dirumah tidak ada siapa-siapa dan kendaraan tidak ada semua. Di
perjalanan ojek yang kunaiki terkena macet, beruntung jarak kemacetan dan rumah
sakit tidak terlalu jauh. Aku segera berlari menuju rumah sakit dengan air mata
yang terus mengalir. Bagaimana keadaan Kevin? Bagaimana jika sesuatu buruk
terjadi padanya, pikiran itu yang selalu terngiang-ngiang di otakku.
Pukul 08.30 WIB
Sampailah aku di rumah
sakit, menuju ke kamar Kevin, hatiku berdebar tak beraturan, aku takut sesuatu
buruk terjadi pada Kevin. Saat ku memasuki koridor rumah sakit kulihat keluarga
Kevin sudah berada ditempat terlebih dahulu, kulihat juga ada mama, papa, dan
teman-teman Kevin yang juga sudah datang lebih awal dariku. Semua orang
harap-harap cemas ketika menunggu dokter keluar dari ruang UGD. 25 menit
menunggu akhirnya dokter keluar dan memberitahu keadaan sahabatku.”Keadaan anak
saya bagaimana dok” tanya mama Kevin sambil menangis. ”Keadaan Kevin kritis,
dia harus segera dioperasi karena ada pendarahan diotaknya, orang tua korban
harus cepat menandatangani surat persetujuan ini agar kami bisa segera
melakukan operasi”. Papa Kevin sebagai wali segera menandatangani surat
perstujuan itu, karena beliau tidak ingin sesuatu buruk terjadi pada anaknya.
Senin, 28 April 2013. Pukul 11.00 WIB
Esok harinya operasi
pun dilaksanakan, 3 jam berlalu akhirnya dokter keluar dari ruang operasi “Dok
bagaimana keadaan Kevin dok?” lagi-lagi mama Kevin yang pertama kali menanyakan
kabar anaknya. “Operasi berjalan dengan lancar keadaan Kevin membaik,” kata dokter
yang berhasil melegakan perasaan kami semua. “Dok apakah saya bisa melihat
keadaan anak saya,” tanya mama Kevin berharap.
”Maaf sebelumnya, ada yang bernama
Caca?” tanya dokter itu.
“Saya dok,” dengan cepat ku mengangkat
tangan.
”Saudara Caca bisa masuk sebentar,
saudara Kevin ingin berbicara dengan anda dan setelah itu kami akan memindahkan
kamar Kevin,” kata dokter itu.
Kulihat ke mama Kevin
karena beliau berharap bisa me
lihat Kevin, dan kulihat beliau menganggukan kepala
pertanda aku boleh masuk. Segeraku memasuki kamar Kevin.
”Vin, gimana keadaan kamu?” tanyaku
sambil menangis.
“Kamu kenapa menangis aku gak apa-apa
kok, kamu tahu kan aku paling gak suka melihat kamu menangis Ca,” kata Kevin
sambil mengusap air mataku.
Gimana bisa aku gak nangis Vin, ngelihat keadaanmu
yang kayak gini, nafas aja harus dibantu dengan tabung oksigen, lihat kepalamu,
kepalamu saja penuh dengan jahitan, kataku dalam hati dan tangisanku semakin
pecah.
”Hei, kenapa tambah menangis sih
Ca,,,cup cup cup, aku gak apa-apa kok.” kata Kevin menenangkanku.
“Gak apa kamu bilang, dengan keadaan
kaya gini kamu bilang gak papa Vin?” kesalku ke Kevin.
“Maaf ya Ca, gara-gara aku kita gak jadi
pergi,” sesal Kevin.
”Sudahlah Vin dalam keadaan seperti ini
kamu masih memikirkan acara kita kemarin, lebih baik kamu pikirkan kesehatanmu,
jangan mikirin hal yang aneh-aneh biar kamu lekas sembuh dan kita bisa jalan
bareng lagi ya.” Kataku menyemangati Kevin.
“Ca kalau seandainya aku udah gak ada,
aku ingin kamu jangan sedih ya, kamu jangan nangis kaya gini, Kuingin kau tetap tabah
menghadapinya,” kata Kevin sambil tersenyum.”
“Huss kamu ini ngomong apa sih, kamu
pasti sembuh kok Vin, itu pasti dan aku yakin banget,” kataku mulai khawatir.
“Aku bilang kan seandainya,” kata Kevin
setengah berguaru.
“Udahlah Vin kamu gak usah ngomong yang
aneh-aneh kamu pasti sembuh kok, aku yakin itu, dan please Vin kamu jangan ninggalin aku lagi ya,” jawabk menyemangati Kevin.
“Tapi
aku ingin kamu berjanji Ca, hanya sekedar janji kok, suwer deh ayo berjanjilah wahai sahabatku J,”
pinta Kevin.
“Bener hanya sekedar janji?? Oke, tapi
aku gak janji 100% ya,” jawabku dengan terpaksa meski
hati sedih dan menangis.
“Gitu dong itu baru Caca sahabatku.”
Katanya sambil mencubit gemas pipiku.
“Tapi asal kamu tahu Vin bila kau harus pergi meninggalkan diriku, aku
ingin kamu tahu satu hal jangan lupakan
aku, disini aku kan selau rindukan dirimu, wahai sahabatku,” jawabku
dengan kembali menangis.
“Iya percaya deh,” kata Kevin dengan senyum
khasnya.
Setelah beberapa menit aku berbicara dengan Kevin,
suster masuk dan memberitahuku untuk segera keluar, Kevin akan dipindah ke
kamar biasa karena keadaanya yang semakin membaik. Begitu Kevin dipindah ke
kamar biasa, Kevin, mama, dan mama Kevin membujukku untuk beristirahat dirumah,
karena selama Kevin masuk rumah sakit dan sampai sekarang aku tak sempat
beristirahat. Awalnya aku menolak karena aku ingin merawat Kevin juga, karena
dia sahabatku dan karena desakan semakin banyak akhirnya aku mengalah untuk
pulang.
Rabu, 30 April 2013. Pukul 16.00 WIB
Sampai dirumah segera
ku membersihkan diriku dan merebahkan tubuhku sejenak dikasur empukku yang
beberapa hari ini tidak kuhuni.
“Kevin....kamu mau kemana Vin...Kevin jangan pergi
ninggalin aku Vin...Kevinaaaa.” Teriakku ngos-ngosan.
”Huft, syukurlah hanya mimpi, tapi
bagaimana keadaan Kevin ya,” kataku sambil mengatur nafas. “Hahh sudah
pagi,,,gila berarti dari tadi sore aku ketiduran dong,” sambungku lagi.
“Kring...kring,” bunyi ponsel yang membuyarkan
lamunanku.
“Mama,,,tumben mama nelfon.” Segera ku
angkat ponselku.
“Hallo ma, ada apa ma?” tanyaku.
“Hallo sayang, Kevin sayang,” jawab
mamahku setengah gugup.
”Kenapa sama Kevin ma?” tanyaku
penasaran.
“Kevin...Kevin kritis sayang,” ujar
mamaku meragu.
“Apa...Kev...vin... kriti..., kok bisa?”
jawabku tak percaya.
“Kevin punya penyakit yang disembunyikan
sayang,” jawab mama setengah khawatir.
“Penyakit apa ma?” tanyaku semakin
khawatir”.
“Radang selaput otak sayang, sebaiknya
kamu cepat kerumah sakit, nanti mama jelasin semua.” Pinta mamaku.
”Ya ma,” tutupku dengan tergesa-gesa.
Segeraku ambil mobil tancap gas kerumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, ku percepat langkahku menuju kamar Kevin, hatiku
berdebar tak beraturan, aku takut mimpiku menjadi kenyataan. Dikejauhan kulihat
orang-orang yang berada di kamar Kevin menangis histeris, bahkan mama Kevin
jatuh pingsan. Aku semakin percepat langkahku. Dengan nafas tak beraturan ku
tanya pada om Kevin “Om, bagaimana keadaan Kevin?” tanyaku dengan nafas masih
tak beraturan dan air mata berlinang. “Kev..vinn sudah tidak ada,” jawab om Kevin
dengan menundukan kepala. Mendengar jawaban dari om Kevin aku tak mampu
berkata-kata, dadaku semakin sesak, tangisanku nyaris tak menimbulkan suara. Mimpiku,
mimpiku menjadi kenyataan, mimpi burukku, kataku dalam hati. Kulihat didalam
ruang UGD, suster sedang membereskan peralatan yang sempat dipergukunakan untuk
mencoba menyelamatkan Kevin, suster yang lain menutupi tubuh Kevin yang sudah
tak bernyawa dengan selimut. Saat dokter keluar dari ruang UGD, beliau membawa
sebuah DVD dari Kevin yang ditipkan untuk aku. Dokter mengatakan bahwa Kevin
sempat siuman dan memanggil namaku, lalu ia menitipkan DVD ini untukku. Selesai
dokter memberikan titipan dari Kevin, kami diperbolehkan masuk. Dan masih
didalam kamar UGD aku tak kuasa menahan air mata, kurasa dadaku semakin sesak
setelah melihat jenazah Kevin.
Kamis, 1 Mei 2013. Pukul 08.00 WIB
“Dimana aku”, sepertinya aku telah mimpi
buruk. DVD ini...,” kataku kebingungan.
“Sayang kamu sudah sadar,” cemas mamaku.
“Mah aku abis mimpi buruk, aku mimpi....,”
tiba-tiba mamahku menyela ceritaku.
”Sst, tidak sayang, kamu tidak mimpi
buruk, ini kenyataan, Kevin pergi untuk selamnya, sabar ya sayang. Kamu mau ikut mama ke pemakaman Kevin
apa enggak? Jam 10.00 nanti Kevin dimakamkan.” tanya mamahku.
"Haiii
Ca gimana keadaanmu, maaf ya aku belum sempat pamit ke kamu, dan aku tidak
bisa penuhin janjiku untuk tidak meninggalkanmu. Dan maaf juga karena aku
tidak memberi tahumu tentang penyakitku, aku tidak mau kamu tambah sedih
Ca. Sesungguhnya waktu di ruang operasi kemarin aku ingin sekali
memberitahumu Ca tapi aku gak sanggup ngelihat kamu tambah sedih. Oh ya
inget gak Ca sama janjimu, kamu gak akan menangis ketika aku pergi kan,
jadi jangan nangisi aku ya, nanti makin jelek loh ya J.
Maaf juga ya Ca buat semuanya, buat acara kita, buat mimpi-mimpi kita yang
belum terwujud. Aku udah gak kuat Ca J. Dan
maaf juga ya Ca karena aku harus pergi ninggalin kamu terlebih dahulu.
Berjanjilah Caca sahabatku bila ku tinggalkan dirimu tetaplah tersenyum, meski hati sedih dan menangis ku
ingin kau tetap tabah menghadapinya bila ku harus pergi meninggalkan
dirimu jangan lupakan
aku. Semoga dirimu disana kan baik-baik saja untuk selamanya. Disini aku
kan selalu rindukan dirimu wahai sahabatku. Dan jika kau rindukan aku datang
saja ke taman novel sahabat. Rasakan semilir angin sejuk disana, semakin
sejuk angin itu berhembus, maka sesejuk itulah rasa rinduku padamu, taman
itu memberikan sejuta kenangan untuk kita Ca. Itu taman, taman bersejarah
bagi persahabatan kita begitupun juga novel kenangan kita, jadi jaga taman
dan novel kita baiik-baik ya Ca J.
|
Setelah
melihat isi DVD tersebut hatiku serasa hancur berkeping-keping, mengapa ia
membuat DVD itu, dan dia membuat DVD itu sesaat setelah aku pulang, serasa ia
sudah tau kalau ajal akan menjemputnya esok, tulang rusukku serasa ada yang
hilang, dadaku semakin sesak, tangisanku semakin pecah. Aku tak sanggup, aku
tak rela Kevinael harus pergi secepat ini, ia baru kembali ke kehidupanku
setelah bertahun-tahun menghilang sekarang ia harus pergi meninggalkanku untuk
selamanya dan aku tidak akan pernah melihatnya lagi kecuali ajal mempertemukan
kita. Tapi aku telah berjanji pada Kevin kalau aku tidak akan menangisi
kepergiannya. Vin asal kamu tahu ya, aku akan hidup untukmu Vin dan asal kamu
tahu meski hati sedih dan menangis
aku akan berusaha menepati janjiku untukmu Vin janji yang bila kau tinggalkan aku tetaplah tersenyum.
Semoga dirimu disana kan baik-baik saja
untuk selamanya, disini aku kan selalu rindukan dirimu, wahai sahabatku,
aku amat merindukanmu Vin” lirihku
dalam hati sambil mencium DVD dari Kevin. Dan sekarang, bila aku merindukan
sahabatku, maka akan ku temui dia di “Taman Novel Sahabat”. Benar kata Kevin,
taman itu memang taman bersejarah bagi persahabatan kami, jika persahabatan
kami bagai nadi, taman itu sebagai uratnya. Urat nadi yang akan selalu bekerja
sama untuk mendetakkan jatung. Jantung ditakdirkan hidup berpasangan, namun
setiap orang memiliki satu jantung karena jantung yang lain ada di diri orang
lain dan tugas kita adalah mencarinya. Meski salah satu jantung atau bahkan
sepasang jantung tak lagi berdetak urat nadi akan hidup kekal bersamanya.
Rindukan Dirimu
(Mario Stevano)
*Berjanjilah
wahai sahabatku
bila
kau tinggalkan aku tetaplah tersenyum
meski
hati sedih dan menangis
kuingin
kau tetap tabah menghadapinya
**bila
kau harus pergi meninggalkan diriku
jangan
lupakan aku
Reff:
Semoga
dirimu disana
kan
baik-baik saja untuk selamanya
Disini
aku kan selalu rindukan dirimu
wahai
sahabatku.....
*Berjanjilah
wahai sahabtku
bila
kau tinggalkan aku tetaplah tersenyum
meski
hati sedih dan menangis
kuingin
kau tetap tabah menghadapinya
**bila
kau harus pergi meninggalkan diriku
jangan
lupakan aku
reff:
Semoga
dirimu disana
kan
baik-baik saja untuk selamanya
Disini
aku kan selalu rindukan dirimu
wahai
sahabatku.....
**bila
kau harus pergi meninggalkan diriku
jangan
lupakan aku
reff:
Semoga
dirimu disana
kan
baik-baik saja untuk selamanya
Disini
aku kan selalu rindukan dirimu
wahai
sahabatku.....Rindukanmu.....
0 komentar:
Posting Komentar